Sabtu, 16 September 2017

Teori Tentang Kesadaran Hukum


Di dalam ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat mengenai kesadaran hukum. Ada yang merumuskan bahwa kesadaran hukum merupakan satu-satunya sumber dari hukum dan kekuatan mengikatnya hukum, serta keyakinan hukum individu dalam  masyarakat yang merupakan kesadaran hukum individu adalah dasar atau pokok terpenting dari kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum merupakan salah satu unsur penting selain unsur ketaatan hukum yang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum atau perundang-undangan di dalam masyarakat.
Menurut Krabbe, kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.[1]
Pengertian lain mengenai kesadaran hukum, dijelaskan oleh Soerjono Soekanto bahwa kesadaran hukum itu merupakan persoalan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi abstrak yang terdapat dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya.[2]
Kesadaran hukum mempunyai beberapa konsepsi, salah satu diantaranya adalah konsepsi mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-ajaran kesadaran hukum yang lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik secara individual maupun kolektif.
Menurut Scholten yang dimaksud dengan kesadaran hukum adalah:
Kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup  kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara  hukum (recht) dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan.[3]

Pendapat Laica Marzuki bahwa pengertian kesadaran hukum yaitu:
Pertama-tama bertitik tolak dari pemahaman yang memandang bahwa kesadaran hukum merupakan bagian alam kesadaran manusia. Hanya pada manusia yang berada dalam kondisi kesadaran yang sehat serta adekuat (compos menitis) dapat bertumbuh dan berkembang penghayatan kesadaran hukum. Kesadaran hukum bukan bagian dari alam ketidaksadaran manusia, meskipun pertumbuhannya dipengaruhi oleh naluriah hukum (rectsinstinct) yang menempati wujud bawah peraaan hukum (lagere vorm van rechtsgevoed).[4]

Kesadaran hukum itu sendiri menurut Achmad Ali ada dua macam, yaitu:[5]
a.  Kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum.
b.  Kesadaran hukum negatif identik dengan ketidaktaatan hukum.

Kesadaran hukum yang dimiliki sesorang atau warga masyarakat, belum menjamin bahwa seseorang atau warga masyarakat tersebut akan menaati suatu aturan hukum atau perundang-undangan. Sebagai contoh, diberikan oleh Achmad Ali, seseorang yang mempunyai kesadaran hukum bahwa melanggar traffic light adalah pelanggaran hukum, dan menyadari pula bahwa hanya polisi yang berwenang untuk menangkap dan menilangnya, orang itu dengan kesadaran hukumnya tadi,belum tentu tidak melanggar lampu merah. Ketika orang itu melihat tidak ada polisi di sekitar traffic light, maka orang itu karena terburu-buru untuk tidak terlambat menghadiri suatu acara penting, mungkin saja akan melanggar lampu merah, sekali lagi dengan kesadaran hukumnya, bahwa dirinya tidak akan tertangkap dan tidak akan dikenai tilang, karena tidak ada seorang polisi pun di sekitar itu.[6]
Kesadaran hukum dengan hukum mempunyai kaitan yang sangat erat, dimana kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum sehingga kesadaran hukum merupakan sumber dari segala hukum. Jadi, hukum hanyalah hal yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, sehingga undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan hilang kekuatan mengikatnya.
Kesadaran hukum adalah sumber dari segala hukum. Dengan kata lain kesadaran hukum tersebut ada pada setiap manusia karena setiap manusia memiliki kepentingan, sehingga apabila hukum tersebut dihayati dan dilaksanakan dengan baik maka kepentingannya akan terlindungi dan apabila terjadi pergesekan kepentingan maka hukum hadir sebagai alternatif penyelasaian. Dengan demikian kesadaran hukum bukan hanya harus dimiliki oleh golongan tertentu saja seperti sarjana hukum, pengacara, polisi, jaksa serta hakim, tetapi pada dasarnya harus dimiliki oleh setiap manusia tanpa terkecuali agar kepentingannya dapat terlindungi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto, yakni sebagai berikut:[7]
1.  Pengetahuan tentang kesadaran hukum, secara umum jika ada peraturan perundang-undangan yang telah disahkan, maka dengan sendirinya peraturan tersebut itu akan tersebar luas dan diketahui oleh masyarakat umum. Dalam hal ini setiap orang dianggap tahu hukum dan tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar atau melihat peraturan tersebut, tetapi alasan demikian masih sering ditemukan dalam suatu golongan masyarakat tertentu.
2.  Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, pengakuan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum berarti bahwa masyarakat mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum tertentu. Dalam artian, ada suatu derajat pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Namun hal ini belum merupakan jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui ketentuan-ketentuan hokum tertentu tersebut akan dengan sendirinya mematuhinya, tetapi perlu diakui juga bahwa orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum tertentu adakalanya cenderung untuk mematuhinya.
3.  Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Penghargaan atau sikap terhadap ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sampai sejauh mana suatu tindakan atau perbuatan yang dialarang oleh hukum dapat diterima sebagian besar warga serta bagaimana reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem norma atau nilai yang berlaku. Masyarakat mungkin mematuhi atau menentang hukum dikarenakan kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.
4.  Kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, salah satu tugas hukum yang terpenting adalah mengatur kepentingan-kepentingan seluruh warga masyarakat. Kepentingan seluruh warga masyarakat tersebut lazimnya bersumber dari norma atau nilai yang berlaku, yaitu anggapan mengenai apa yang baik yang harus dilakukan dan apa yang buruk yang harus dihindari.
5.  Ketaatan masyarakat terhadap hukum, ketaatan masyarakat terhadap hukum sedikit banyaknya bergantung pada apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum atau tidak. Ada pula suatu anggapan bahwa kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut pada sanksi, karena ingin memelihara hubungan baik, karena kepentingannya terlindungi, dan karena cocok dengan nilai yang dianutnya.

Indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif konkrit tentang taraf kesadaran hukum. Adapun indikator-indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:[8]
1.  Pengetahuan hukum, yaitu seseorang yang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu tersebut telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
2.  Pemahaman hukum, yaitu seseorang yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari seorang pelajar tentang hakikat dan arti pentingnya peraturan sekolah.
3.  Sikap hukum, yaitu seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu tehadap hukum.
4.  Perilaku hukum, yaitu seseorang atau pelajar mematuhi peraturan yang berlaku.

Keempat indikator kesadaran hukum di atas dalam perwujudannya dapat menunjukkan tingakatan-tingakatan kesadaran hukum tertentu. Apabila seseorang hanya mengetahui hukum maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat kesaadaran hukum yang masih rendah, tetapi jika seseorang telah berperilaku sesuai dengan hukum dalam suatu masyarakat maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi.
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warga negaranya. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum penduduk suatu negara maka kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya akan semakin tertib. Sebaliknya, jika tingkat kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah maka kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya akan semakin tidak terkendali, sehingga yang berlaku adalah hukum rimba dimana yang kuatlah yang menang.


DAFTAR PUSTAKA:

Achmad Ali. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta: Kencana. Cet 4.

Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta: Kencana.

Marwan Mas. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Laica Marzuki. 1995. Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar. Hasanuddin University Pres

Soerjono Soekanto. 1982. Kesadarn Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers

Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada




[1] Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta: Kencana. hal 141
[2] Marwan Mas. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. hal 88
[3] Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal 215
[4] Laica Marzuki. 1995. Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar. Hasanuddin University Pres. hal 152
[5] Achmad Ali. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta: Kencana. Cet 4. hal 298
[6] Ibid. hal 300
[7] Soerjono Soekanto. 1982. Kesadarn Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. hal 123-124
[8] Ibid. hal 125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan dan Ketaatan Hukum

     Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum atau efektivitas hukum sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1.     Mat...