Di
dalam ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat mengenai kesadaran hukum. Ada yang
merumuskan bahwa kesadaran hukum merupakan satu-satunya sumber dari hukum dan
kekuatan mengikatnya hukum, serta keyakinan hukum individu dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum
individu adalah dasar atau pokok terpenting dari kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum merupakan salah satu unsur penting selain
unsur ketaatan hukum yang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan
hukum atau perundang-undangan di dalam masyarakat.
Menurut Krabbe, kesadaran hukum merupakan kesadaran atau
nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau
tentang hukum yang diharapkan ada.[1]
Pengertian lain mengenai kesadaran hukum, dijelaskan oleh
Soerjono Soekanto bahwa kesadaran hukum itu merupakan persoalan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi
abstrak yang terdapat dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban
dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya.[2]
Kesadaran
hukum mempunyai beberapa konsepsi, salah satu diantaranya adalah konsepsi
mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-ajaran kesadaran
hukum yang lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai
mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik secara individual maupun
kolektif.
Menurut
Scholten yang dimaksud dengan kesadaran
hukum adalah:
Kesadaran yang ada pada setiap manusia
tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu
dari hidup kejiwaan
kita dengan mana kita membedakan antara hukum (recht) dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya
dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan.[3]
Pendapat Laica Marzuki
bahwa pengertian kesadaran hukum yaitu:
Pertama-tama bertitik tolak dari pemahaman yang
memandang bahwa kesadaran hukum merupakan bagian alam kesadaran manusia. Hanya
pada manusia yang berada dalam kondisi kesadaran yang sehat serta adekuat (compos menitis) dapat bertumbuh dan
berkembang penghayatan kesadaran hukum. Kesadaran hukum bukan bagian dari alam
ketidaksadaran manusia, meskipun pertumbuhannya dipengaruhi oleh naluriah hukum
(rectsinstinct) yang menempati wujud
bawah peraaan hukum (lagere vorm van
rechtsgevoed).[4]
Kesadaran
hukum itu sendiri menurut Achmad Ali ada dua macam, yaitu:[5]
a.
Kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum.
b.
Kesadaran hukum negatif identik dengan ketidaktaatan hukum.
Kesadaran hukum yang dimiliki sesorang atau warga
masyarakat, belum menjamin bahwa seseorang atau warga masyarakat tersebut akan
menaati suatu aturan hukum atau perundang-undangan. Sebagai contoh, diberikan
oleh Achmad Ali, seseorang yang mempunyai kesadaran hukum bahwa melanggar traffic light adalah pelanggaran hukum,
dan menyadari pula bahwa hanya polisi yang berwenang untuk menangkap dan
menilangnya, orang itu dengan kesadaran hukumnya tadi,belum tentu tidak
melanggar lampu merah. Ketika orang itu melihat tidak ada polisi di sekitar
traffic light, maka orang itu karena terburu-buru untuk tidak terlambat
menghadiri suatu acara penting, mungkin saja akan melanggar lampu merah, sekali
lagi dengan kesadaran hukumnya, bahwa dirinya tidak akan tertangkap dan tidak
akan dikenai tilang, karena tidak ada seorang polisi pun di sekitar itu.[6]
Kesadaran
hukum dengan hukum mempunyai kaitan yang sangat erat, dimana kesadaran hukum
merupakan faktor dalam penemuan hukum sehingga kesadaran hukum merupakan sumber
dari segala hukum. Jadi, hukum hanyalah hal yang memenuhi kesadaran hukum
kebanyakan orang, sehingga undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran
hukum kebanyakan orang akan hilang kekuatan mengikatnya.
Kesadaran
hukum adalah sumber dari segala hukum. Dengan kata lain kesadaran hukum
tersebut ada pada setiap manusia karena setiap manusia memiliki kepentingan,
sehingga apabila hukum tersebut dihayati dan dilaksanakan dengan baik maka
kepentingannya akan terlindungi dan apabila terjadi pergesekan kepentingan maka
hukum hadir sebagai alternatif penyelasaian. Dengan demikian kesadaran hukum
bukan hanya harus dimiliki oleh golongan tertentu saja seperti sarjana hukum,
pengacara, polisi, jaksa serta hakim, tetapi pada dasarnya harus dimiliki oleh
setiap manusia tanpa terkecuali agar kepentingannya dapat terlindungi.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto,
yakni sebagai berikut:[7]
1.
Pengetahuan tentang kesadaran hukum, secara
umum jika ada peraturan perundang-undangan yang telah disahkan, maka dengan
sendirinya peraturan tersebut itu akan tersebar luas dan diketahui oleh
masyarakat umum. Dalam hal ini setiap orang dianggap tahu hukum dan tidak ada
alasan untuk mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar atau melihat peraturan tersebut,
tetapi alasan demikian masih sering ditemukan dalam suatu golongan masyarakat
tertentu.
2.
Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum,
pengakuan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum berarti bahwa masyarakat
mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum tertentu. Dalam artian, ada
suatu derajat pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Namun
hal ini belum merupakan jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui
ketentuan-ketentuan hokum tertentu tersebut akan dengan sendirinya mematuhinya,
tetapi perlu diakui juga bahwa orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum
tertentu adakalanya cenderung untuk mematuhinya.
3.
Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum,
Penghargaan atau sikap terhadap ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sampai
sejauh mana suatu tindakan atau perbuatan yang dialarang oleh hukum dapat
diterima sebagian besar warga serta bagaimana reaksi masyarakat yang didasarkan
pada sistem norma atau nilai yang berlaku. Masyarakat mungkin mematuhi atau
menentang hukum dikarenakan kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.
4.
Kepatuhan masyarakat terhadap
ketentuan-ketentuan hukum, salah satu tugas hukum yang terpenting adalah
mengatur kepentingan-kepentingan seluruh warga masyarakat. Kepentingan seluruh
warga masyarakat tersebut lazimnya bersumber dari norma atau nilai yang
berlaku, yaitu anggapan mengenai apa yang baik yang harus dilakukan dan apa
yang buruk yang harus dihindari.
5.
Ketaatan masyarakat terhadap hukum, ketaatan
masyarakat terhadap hukum sedikit banyaknya bergantung pada apakah
kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu dapat
ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum atau tidak. Ada pula suatu anggapan
bahwa kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut pada sanksi, karena
ingin memelihara hubungan baik, karena kepentingannya terlindungi, dan karena
cocok dengan nilai yang dianutnya.
Indikator-indikator
dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif konkrit tentang
taraf kesadaran hukum. Adapun indikator-indikator kesadaran hukum menurut
Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:[8]
1.
Pengetahuan hukum, yaitu seseorang yang
mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu tersebut telah diatur oleh hukum.
Peraturan hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis maupun tidak
tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun
perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
2.
Pemahaman hukum, yaitu seseorang yang mempunyai
pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan
dan pemahaman yang benar dari seorang pelajar tentang hakikat dan arti
pentingnya peraturan sekolah.
3.
Sikap hukum, yaitu seseorang mempunyai
kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu tehadap hukum.
4.
Perilaku hukum, yaitu seseorang atau pelajar mematuhi
peraturan yang berlaku.
Keempat
indikator kesadaran hukum di atas dalam perwujudannya dapat menunjukkan
tingakatan-tingakatan kesadaran hukum tertentu. Apabila seseorang hanya
mengetahui hukum maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat kesaadaran
hukum yang masih rendah, tetapi jika seseorang telah berperilaku sesuai dengan
hukum dalam suatu masyarakat maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat
kesadaran hukum yang tinggi.
Kemajuan
suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warga negaranya.
Semakin tinggi tingkat kesadaran
hukum penduduk suatu negara
maka kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya akan semakin tertib. Sebaliknya,
jika tingkat kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah maka kehidupan
bermasyarakat dan bernegaranya akan semakin tidak terkendali, sehingga yang
berlaku adalah hukum rimba dimana yang kuatlah yang menang.
DAFTAR PUSTAKA:
Achmad Ali. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta:
Kencana. Cet 4.
Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta:
Kencana.
Marwan Mas. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Laica Marzuki. 1995. Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis
Makassar. Hasanuddin University Pres
Soerjono Soekanto. 1982. Kesadarn Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers
Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
[1] Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta:
Kencana. hal 141
[4] Laica Marzuki.
1995. Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat
Bugis Makassar. Hasanuddin University Pres. hal 152
[5] Achmad Ali. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan
Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang
(Legisprudence). Jakarta: Kencana. Cet 4. hal 298
[7] Soerjono
Soekanto. 1982. Kesadarn Hukum dan
Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. hal 123-124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar